Kemana liburan Anda kali ini ? Jika Anda ingin menikmati suasana liburan yang unik sekaligus menambah ilmu pengetahuan, silahkan kunjungi Museum Pertanian Lahan Rawa yang hanya ada satu - satunya di Indonesia.
Museum yang berada di Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Banjarbaru, sekitar 50 menit perjalanan darat dari Banjarmasin, Ibukota Provinsi Kalimantan Selatan, itu memiliki beragam koleksi yang dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan anda tentang banyak hal. Anda dapat memahami budaya lokal masyarakat dalam memanfaatkan lahan rawa, baik dari aspek pertanian, perikanan, peternakan, maupun lingkungan hidup.
Tak hanya itu, di museum yang diresmikan 5 Agustus 2008 itu, Anda dapat melihat koleksi plasma nutfah tanaman, insektarium, herbarium, profil tanah, teknologi tata air petani lahan rawa, pengolahan hasil tanaman rawa, pupuk hayati, pupuk organik dan fumigan bersumbu untuk membasmi tikus.
Kehadiran Museum Pertanian Lahan Rawa diharapkan ikut memberikan inspirasi untuk meningkatkan pemahaman terhadap perubahan pola pikir tentang pemanfaatan lahan rawa. Dengan demikian, tumbuh kecintaan masyarakat pada pelestarian budaya lahan rawa di bidang pertanian dan lingkungan.
Belum Dimanfaatkan
Hal itu penting karena potensi lahan rawa di Indonesia sangatlah besar, namun belum dimanfaatkan secara optimal.
Bayangkan, luas lahan rawa di seluruh Indonesia mencapai sekitar 33,4 Juta hektar. Namun yang baru dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian masih sangat minim, kurang dari 10 %.
Kendala utama dari pemanfaatan lahan rawa untuk pertanian adalah rendahnya produktivitas beberapa komoditas pangan. Padi, misalnya, produktivitasnya masih di bawah rata - rata nasional mencapai 6,5 ton per hektar.
Aneka Koleksi
Untuk alat pertanian lahan rawa, misalnya, museum ini mengoleksi lebih dari 19 alat dari berbagai daerah di Kalimantan Selatan. Diantaranya Jukung Sundur, Gumbaan, Kindai, Kajang, Kampil, Cupikan, Lanjung, Butah (Ungking), Bakul, Nyiru, Tanggui, Topi Purun, Lasung, Putaran, Gantangm Parapatan, Parang, Tajak, dan Tatujah.
Tatujah merupakan alat tradisional dari Kalimantan Selatan yang digunakan petani untuk membuat lubang bagi tanaman padi. Bentuknya khas dan unik. Ujungnya runcing dengan bagian pangkal dihiasi aneka model wayang.
Petani lahan rawa di Kalimantan Selatan juga sudah memiliki alat pemecah gabah untuk memperoleh beras. Alat yang dinamakan Putaran itu terbuat dari kayu yang dilubangi sehingga gabah yang masuk tinggal di putar sehingga menghasilkan beras.
Sebelum gabah tersebut dimasukkan ke Putaran, petani menggunakan Gumbaan. Alat yang juga dipamerkan di museum tersebut mampu memisahkan gabah hampa dan gabah berisi padi. Gabah bernas inilah yang di proses ke Putaran.
Jika musim panen raya, gabah - gabah kering yang belum di proses menjadi beras disimpan di kindai. Kindai ini tersusun dari bambu - bambu kecil yang bisa dimasukkan gabah kering tadi.
Di samping itu, museum tersebut mengoleksi varietas padi, baik lokal maupun hasil persilangan dari para peneliti. Varietas padi lokal biasa toleran terhadap lingkungan pasang surut, tahan keracunan besi, dan tahan kemasaman.
Varietas itu digunakan sebagai sumber tertua yang dapat disilangkan dengan varietas lain yang berumur pendek dengan rasa yang disenangi masyarakat. Ada puluhan jenis varietas padi yang dikoleksi, seperti Siam, Bayar, Pandak, Lemo, Palas. Siam Unus, Margasari, Ciherang, dan Inpara.
Di sudut lain, terpampang koleksi herbarium ( Tumbuhan Rawa ) beruba gulma, penggangu tanaman budidaya. Koleksi lain adalah padi air dalam (PAD). PAD ini tergolong unik karena dapat tumbuh memanjang sesuai dengan kedalaman air yang menggenanginya.
Jika Anda ingin melihat morfologi ubi nagara dan ubi labio, silahkan lihat bentuknya yang sudah dikeringkan. Komoditas spesifik lokasi yang tumbuh subur di lahan rawa lebak ini menjadi makanan favorit bagi masyarakat Kalimantan Selatan.
Jenis - jenis serangga di lahan rawa juga menghuni museum tersebut. Tercatat puluhan jenis serangga yang hidup di ekosistem lahan rawa menambah semarak museum tersebut.
Dari sekian banyak koleksi, tata air sistem polder cukup menarik perhatian pengunjung, Teknologi itu di adopsi dari kearifan lokal petani lahan rawa lebak di Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Konsepnya, air yang bersumber dari air hujan dikendalikan dengan menggunakan pompa sehingga air tersebut masuk ke lahan sawah. Dengan cara ini, petani dapat menurunkan tingkat kemasaman dan kandungan besi. Tingginya kadar besi dan kemasaman itu terbukti membuat produktivitas padi rendah.
Anda tertarik ? Silahkan rencanakan liburan anda kali ini ke sana.